check download
MW SUKSES SINERGI
Rabu, 17 November 2021
Sabtu, 06 Oktober 2012
Pengembangan Keprofesional Berkelanjutan bagi Pendidik PAUD
Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan
bagi Pendidik PAUD (sebuah keharusan)
Rasional
Artikel ini
diawali dari hasil mencermati beberapa literatur yang menjadi bacaan awal
penulis, Ada suatu harapan kita bersama, bahwa komitmen yang kuat dari pemerintah
untuk mengembangkan pendidikan usia dini secara professional. Dengan
ditarik kembali urusan kebudayaan, menjadi satu kesatuan dengan urusan
pendidikan, maka diharapkan hasil pendidikan akan memelihara sekaligus
mengembangkan hasil pendidikan yang berbudaya.
Dalam arti bahwa hasil pendidikan akan seiring dengan kepribadian dan karakter budaya bangsa Indonesia yang hakiki. Tak dapat kita pungkiri bahwa kemajuan suatu bangsa terletak pada kemampuan bangsa ini untuk menangani pendidikan secara profesional. Bangsa yang bijaklah, yang akan menangani pendidikan sejak anak usia dini, sebab mereka sadar betul bahwa pendidikan bagi anak dini usia merupakan awal dari pembentukan karakter bangsa (nation of character).
Dalam arti bahwa hasil pendidikan akan seiring dengan kepribadian dan karakter budaya bangsa Indonesia yang hakiki. Tak dapat kita pungkiri bahwa kemajuan suatu bangsa terletak pada kemampuan bangsa ini untuk menangani pendidikan secara profesional. Bangsa yang bijaklah, yang akan menangani pendidikan sejak anak usia dini, sebab mereka sadar betul bahwa pendidikan bagi anak dini usia merupakan awal dari pembentukan karakter bangsa (nation of character).
Dinamika kesepakatan, dan
ketetapan perundang baik secara internasional, nasional maupun lokal setempat
telah semakin memuluskan jalan kearah lebih diperhatikannya hak-hak anak usia
dini, termasuk hak akan pendidikannya. Bahkan secara yuridis formal, dengan
disahkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional,
Dengan suatu keinginan besar kita
bahwa anak merupakan investasi yang tak ternilaikan dan anak merupakan pewaris
negeri ini, maka diperlukan upaya yang konkrit untuk pengembangan profesional
berkelanjutan bagi Pendidik PAUD.
Saat ini, fakta yang ada bahwa
perkembangan pendirian lembaga PAUD sangat “menjamur” di berbagai daerah. Namun
apakah semua yang ada sebelumnya telah dilakukan kelayakan untuk mendirikan
lembaga PAUD dan ragamnya motivasi dalam mendirikan lembaga PAUD juga ikut
andil dalam perkembangan kaulitas PAUD tersebut.
Di sisi lain, bagaimana dengan
penyiapan pendidik PAUD selama ini?
Pertanyaan berikutnya, sudah cukupkah pengembangan profesional berkelanjutan
bagi Pendidik PAUD?
Apakah selama ini strategi pembinaan telah mendukung kebutuhan Pendidik PAUD
dalam mengemban tugasnya?
Tulisan ini akan dibatasi, pada
fokus pengembangan profesional berkelanjutan bagi Pandidik PAUD. Dengan
menggunakan sebuah argumentasi bahwa, kesiapan dari Pendidik PAUD ditinjau dari
aspek keprofesionalannya akan mampu untuk mengatasi problematik pengelolaan
PAUD tersebut.
Pembahasan
Pentingnya PAUD
Pendidikan
anak usia dini (PAUD) adalah usah sadar dalam memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui penyediaan pengalaman dan stimulasi yang kaya dan
bersifat mengembangkan secara terpadu dan menyeluruh agar anak dapat bertumbuh
kembang secara sehat dan optimal sesuai dengan nilai, norma, dan harapan
masyarakat. Dari hasil seminar tentang Pengembangan PAUD di Indonesia sepakati
bahwa dalam batasan ini ada
Beberapa ungkapan pokok yang perlu dijelaskan. Pertama, PAUD sebagai usaha sadar dalam memfasilitasi pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani anak. Ungkapan ini mengandung arti bahwa
PAUD merupakan suatu aktivitas yang dilakukan secara sengaja dalam rangka
mendukung dan memperlancar pertumbuhan dan perkembangan. Kedua, anak yang dimaksud secara kronologis dibatasi pada anak
sejak lahir hingga usia enam tahun. Ketiga,
pendidikan itu dilakukan melalui upaya penyediaan pengalaman dan perangsangan
yang kaya dan bersifat mengembangkan sehingga tecipta suatu lingkungan belajar
dan perkembangan kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Keempat, upaya pendidikan tersebut
dilakukan secara terpadu dan menyeluruh sekurang-kurangnya mengandung dua
pengertian. Secara mikro dilihat dari sisi interaksi pendidikan dengan anak,
ungkapan terpadu dan menyeluruh ini mengandung arti bahwa layanan pendidikan
yang diberikan kepada anak harus mendukung segenap aspek perkembangan anak dan
dilakukan dalam suatu kesatuan program yang utuh dan proposional. Dan secara
makro dilihat dari sisi penyelenggaraan program PAUD, ungkapan tersebut mengandung
arti bahwa program-program PAUD perlu dilakukan secara terkoordinasi dan
melibatkan berbagai pihak terkait.
Terakhir, tujuan PAUD adalah tercapainya perkembangan anak yang sehat dan
optimal serta dimilikinya kesiapan dan berbagai perangkat keterampilan hidup
yang diperlukan untuk proses perkembangan dan pendidikan anak selanjutnya.
Karena anak merupakan bagian dan sekaligus generasi penerus masyarakat, maka
pertumbuhan dan perkembangan yang diraih oleh anak tentunya harus sejalan
dengan nilai-nilai, norma-norma, dan harapan masyarakat.
Layanan PAUD
Layanan pendidikan anak usia
dini di Indonesia hingga saat ini baru menjangkau jumlah sasaran yang kecil,
terlebih lagi bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Dengan kata lain, secara
kuantitas layanan pendidikan anak usia dini di negara kita masih sangat
terbatas. Dalam segi kualitas, kondisinya lebih parah lagi. Dengan demikian,
hak anak untuk tumbuh dan berkembang, untuk dilindungi dan untuk difasilitasi
tampaknya belum memadai dan belum merekflesikan pemenuhan tututan undang-undang
serta berbagai peraturan dan kebijakan yang menaunginya.
Kondisi pendidikan anak usia
dini yang masih sarat dengan berbagai permasalahan dan tantangan diatas
disebabkan oleh keterbatasan kapasitas yang kita miliki dan belum maksimalnya
pendayagunaan berbagai potensi yang ada. Misalnya, pada pihak pemerintah telah
banyak kebijakan dan program yang ditetapkan dan program yang berkaitan dengan
pelayanan perkembangan anak usia dini ini, namun masih kurang mantap dan
Indonesia telah memiliki pijakan yang lebih kuat untuk melaksanakan pendidikan
usia dini. Namun peraturan pemerintah, keputusan menteri, peraturan daerah, dan
peraturan atau keputusan sejenis lainnya yang lebih spesifik tentang PAUD belum
diterbitkan. Karena itu untuk mendukung dan memberikan pijakan yang lebih jelas
bagi arah penyelenggaraan PAUD, berbagai peraturan dan keputusan tentang
penyelenggaraan PAUD yang mencakup mencakup pengaturan tentang tujuan PAUD,
peserta didik, persyaratan pendidik, pengolaan pendidikan, kurikulum dan
program pendidikan, sarana dan prasarana, dana, evaluasi, sertifikasi dan
akreditasi program, perijinan, pengawasan, jaringan kelembagaan, dan sasaran
pembinaan. Peraturan-peraturan tersebut hendaknya lebih menjamin
penyelenggaraan PAUD yang terarah ke optimalisasi perkembangan anak dengan
lebih mengakomodasi nilai-nilai sosiokultural dan religius serta harapan
masyarakat setempat, efisiensi dan efektivitas, luasnya cakupan pelayanan,
lebih terimplementasikannya kaidah-kaidah PAUD, serta lebih terkoordinasinya
penyelenggaraan PAUD secara lebih professinal, akuntabel,dan berkualitas.
Secara yuridis formal dengan disahkannya
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Indonesia
telah memiliki pijakan yang lebih kuat untuk melaksanakan pendidikan anak usia
dini. Dalam undang-undang tersebut dikemukakan bahwa PAUD diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal, nonformal,
dan/atau informal. PAUD pada jalur pendidikan pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD
pada jalur nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan anak
(TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Dan PAUD pada jalur pendidikan informal
berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan.
Berkenaan dengan sistem
kelembagaan, PAUD diposisikan sebagai suatu layanan pendidikan yang berlangsung
dalam multi channel, multi level, dan
multi setting yang mengandung
diferensiasi dan diversifikasi layanan luas yang mencakup jalur pendidikan
formal, nonformal, maupun informal. Dimanapun PAUD diselenggarakan hendaknya
berpegang pada prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah pedagogis PAUD.
Secara umum, ada sejumlah
prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan PAUD.
(i)Holistik
dan terpadu : PAUD dilakukan denagn terarah ke pengembangan segenap aspek
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak serta dilaksanakan secara
terintegrasi dalam suatu kesatuan program utuh dan proporsional. Secara makro,
prinsip holistik dan terpadu ini juga mengandung makna bahwa penyelenggaraan
PAUD dilakukan secara terintegrasi dengan sistem sosial yang ada di masyarakat
dan menyertakan segenap komponen masyarakat sesuai dengan tanggung jawab dan
kewenangannya. Dalam hal ini perlu adanya keselarasan antara pendidikan yang
dilakukan dalam berbagai unit pendidikan—keluarga, sekolah, dan masyarakat.
(ii) Berbasis keilmuan : Prinsip ini
mengandung arti bahwa praktek pendidikan anak usia dini yang tepat perlu
dikembangkan berdasarkan temuan-temuan mutakhir dalam bidang keilmuan yang
relevan. Dalam hal ini, para ahli PAUD perlu senantiasa menyebarluaskan
temuan-temuan ilmiahnya di bidang PAUD sehingga dapat diaplikasikan oleh para
praktisi PAUD baik oleh tenaga professional di lembaga-lembaga pendidikan anak
usia dini maupun oleh tenaga-tenaga non-profesional di masyarakat dan keluarga.
(iii)Berorientasi
pada perkembangan anak : PAUD dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan
tingkat perkembangan anak sehingga proses pendidikannya bersifat tidak
terstruktur, informal, emergen dan responsive terhadap perbedaan individual
anak, serta melalui aktivitas lagsung dalam suasana bermain.
(iv)Berorientasi
masyarakat : Anak adalah bagian dari masyarakat dan sekaligus sebagai
generasi penerus dari masyarakat yang bersangkutan
Konsekuensi penyiapan Pendidik PAUD yang professional
Ini mengimplikasikan
perlunya PAUD diselenggarakan oleh pendidik dan tenaga kependidikan PAUD yang
memenuhi kualifikasi dan komnptensi yang dibutuhkan. Kualifikasi dan kompetensi
Pendidik PAUD yang umumnya masih bervariasi; bahkan secara akademik kurang
professional berakibat langsung terhadap rendahnya kualitas layanan PAUD. Oleh
karena itu, dalam rangka memperluas akses dan peningkatan mutu pendidikan bagi
anak usia dini perlu dilakukan upaya-upaya penyiapan dan pengembangan pendidik
maupun tenaga kependidikan pada satuan lembaga layanan PAUD.
Tanpa untuk mempersoalkan tentang
peristilahan yang berkembang di masyarakat yakni Pendidik PAUD, Pamong PAUD,
Tutor PAUD atau Guru PAUD. Dalam artikel ini, penulis membatasinya dengan
definisi operasional yang digunakan yakni Pendidik PAUD.
Pendidik PAUD adalah mereka
yang bertugas memfasilitasi proses pengasuhan dan pembelajaran pada anak usia
dini serta mengabdikan diri pada PAUD, baik pada jalur pendidikan formal maupun
non formal, serta memiliki komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan anak usia dini. Pendidik PAUD pada lembaga pendidikan
formal dan nonformal perlu memiliki kualifikasi minimum (D2) dan sertifikasi
yang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan lembaga pendidikan yang
bersangkutan. Secara hakiki, pada
awalnya mendidik anak usia dini sadalah tanggung jawab orang tuanya. Kelompok pendidik
pada jalur informal juga perlu memiliki pengetahuan dan
keterampilan dasar dalam PAUD.
Tenaga pengelola adalah
tenaga yang bertugas merencanakan, mengorgani-sasikan, melaksanakan, dan
mengevaluasi kegiatan kelembagaan satuan program PAUD dalam rangka menunjang
proses pengasuhan dan pembelajaran anak usia dini yang menjadi
tanggungjawabnya. Mereka juga hendaknya merupakan tenaga yang kompeten untuk
melaksanakan tugas-tugas tersebut.
Secara ideal, dalam jangka
panjang semua tenaga pendidik, pengelola dan pengawas/penilik PAUD adalah
tenaga professional. Namun dalam rangka perluasan akses dan peningkatan mutu,
dalam jangka pendek lembaga PAUD formal hendaknya ditangani oleh tenaga-tenaga
professional, sedangkan lembaga-lembaga pendidikan non-formal dapat ditangani
oleh tenaga-tenaga semi-professional. Baik
Pendidik PAUD yang profesional mupun semi profesional pada satuan PAUD
seyogyanya memiliki sejumlah kompetensi akademik, profesional, dan sosial
pribadi. Proses penyiapan tenaga PAUD professional perlu dilakukan melalui program
pendidikan tinggi pada perguruan tinggi yang terakreditas untuk
menyelenggarakan program studi PAUD; sedangkan proses penyiapan tenaga semi
profesional dilakukan melalui program-program pelatihan yang berstruktur,
berjenjang, dan terakreditasi.
Dalam konteks ini, maka
strategi pengembangan profesional Pendidik PAUD sebagai suatu keharusan yang
perlu dilakukan secara nyata. Tidak hanya mengandalkan peran pemerintah, namun
juga keterlibat Asosiasi/Forum Pendidik PAUD. Profesional disini dimaknai bahwa
kompetensi yang dimiliki selaras dan mendukung pelaksanaan tugas pokoknya
sebagai Pendidik PAUD. Dalam melaksanakan tugasnya berpegang pada
aturan/norma/kode etik sebaga profesi Pendidik PAUD. Jika disebutkan Pendidik
PAUD sebagai Profesi, maka apa apabila dalam melaksanakan tugasnya bertentangan
dengan kaidah profesi, maka akan dapat dikenai sanksi pada dirinya. Profesi di
sini juga dimaksudkan bahwa Pendidik PAUD telah memiliki kejelasan pada status
keberadaannya karena adanya asosiasi/forum yang turut membina anggota
profesinya.
Penutup
Semua
persoalan di atas pada akhirnya bermuara pada pemahaman masyarakat tentang
pendidikan anak usia dini di Indonesia secara komprehensif dan utuh yang dapat
dijadikan rujukan oleh berbagai pihak dalam mengembangkan tatanan kerja dan
program pendidikan anak usia dini. Akibatnya kebijakan-kebijakan dan
program-program pendidikan usia dini
yang dilucurkan cenderung bersifat parsial dan sesaat serta tidak
mecahkan inti persoalan yang sesungguhnya.
Mengingat pentingnya peran Pendidik
PAUD ini sebagai bagian dari manifestasi bangsa untuk membangun kepribadian
bangsa. Maka diperlukan pengembangan profesional berkelanjutan bagi Pendidik
PAUD. Diawa;li dengan perlunya
konseptualisasi dan pemetaan tatanan PAUD sebagai dasar untuk terciptanya suatu
sinergi antar berbagai komponen terkait lainnya. Begitu pula semua variabel
kontributif terhadap peningkatan akses dan kualitas Pendidik PAUD perlu
diidentifikasi dan diinventarisasi sehingga peran-perannya dapat dipahami dan
digali seoptimal mungkin. Masukan dari berbagai pihak terkait baik akademisi, praktisi, maupun birokrat diharapkan akan dapat
menemukan sejumlah gagasan, pemikiran, dam langkah-langkah strategis bagi upaya
perumusan konsep, kebijakan, dan langkah-langkah pengembangan profesional
berkelanjutan Pendidik PAUD ke depan. Suatu keharusan adalah komitmen positif guna
menyiapkan Pendidik PAUD yang Profesional. Tidak ada pernah ada program PAUD
akan berhasil tanpa peran orang tua dala lingkup keluarga/informal dan peran
Pendidik PAUD pada jalur nonformal dan formal.
Pustaka
Acuan
Bandura,
A. (1969). Principles of Behavior
Modification. New York Holt, Rinehart & Winston.
Briwer,
J.N. (1992). Early Childhood Education.
Boston : Allyn angd Bacon.
Cormier,L.J.
& Cormier,L.S. (1985) Interviewing Strategies for Helpers. Second Edition,
Montery California: Brooks/ ColePubl.Co.
Soemarti
Patmonodewo, (2000), Pendidikan Anak
Prasekolah, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Kamis, 19 April 2012
Sahabat
Sukses, “Cinta itu Anugerah dan Amanah”
Muktiono Waspodo
Muktiono Waspodo
Bergemih hati saya, ketika ada kegundahan hati seseorang
mengkonsultasikan makna cinta dalam hidupnya. Ada perasaan hati yang tergerak
untuk “share”, walaupun mungkin tidak diketahuinya secara langsung. Sahabat sukses, Hidup dengan cinta
sesungguhnya adalah “anugerah dan amanah”. Karena itu setiap manusia yang ada
di muka bumi ini akan menghadapi “pilihan”,.... ya atau tidak, namun jangan
memilih “ataunya”, nanti mencerminkan anda dalam keraguan. Tentunya jangan diam
diri, artinya anda tidak bersikap, ...
Setiap orang pada hakekatnya mempunyai hak
sama dengan orang lain tetapi berapa banyak orang yang justru membatasi diri
meraka dengan alasan yang sebenarnya tidak masuk akal. Saya dari keluarga
miskin karenanya saya tidak bisa kaya, atau saya tidak kuliah maka sudah bagus
saya jadi buruh. Saya tidak perlu mencintai karena saya tidak dicintai, saya
tidak perlu menghormati karena saya tidak dihormati. Kuatkan tindakan anda
dengan cerminan kalbu hati yang jernih, ikhlas dan bersikap perasaan dan logika
yang ada pada diri anda Jangan anda batasi kecintaan ada pada sesama, karena
disitulah kebahagiaan hidup akan tergapai
Jadikan potensi diri anda sebagai penyemangat
hidupmu, dan tidak perlu kuatir dalam mengarungi kehidupan ini. Pasti jika anda ditanya? Apakah anda kuatir
menghadapi bahtera kehidupan ini, Jawaban ya atau tidak,,,, jangan ragu-ragu.
Pada saat jawaban ini telah terucap, lakukan instropeksi diri untuk menumbuhkan
“potensi diri” anda. Yakinkan anda adalah yang beruntung dan berkah karena
Allah SWT selalu bersama kita, dan masih banyak rekan yang baik, selalu
memberikan semangat dalam hidup ini,
Dalam konteks tulisan ini, saya akan lebih
“indepth” untuk memaknai arti “cinta” karena setiap manusia pasti akan
mengalaminya. Mungkin perbedaannya pada “kadar”nya?
Pada hakekatnya cinta adalah kemampuan yang
terintegrasi dalam seluruh aspek kepribadian kita. Kemampuan seseorang untuk
mencintai adalah gambaran paling utuh dari seluruh kualitas kepribadiannya.
Hanya orang-orang dengan kepribadian yang kuat dan kapasitas yang besar yang
mampu mencintai. Orang-orang lemah, yang setiap saat bisa kita saksikan
disekitar kita, tidak akan pernah bisa mencintai. Bahkan untuk mencintai diri
mereka sekalipun. Takdir mereka adalah menantikan cinta dan kasih sayang
orang-orang kuat. Saya yakin anda bukan yang tipe ini
Sahabat
sukses,
Sejatinya anda adalah orang-orang kuat yang mampu mencintai dengan segenap
kesadarannya. Maka akan selalu nampak dalam diri anda ekspresi kebajikan demi
kebajikan. Sementara orang-orang lemah bahkan tidak memiki kesadaran untuk
mencintai. Maka mereka terus mengkonsumsi kebajikan orang-orang kuat. Itu
sebabnya orang-orang kuat dalam masyarakat merupakan faktor kohesi yang
merekatkan masyarakat. Mereka merekatkan masyarakat dengan cinta dan kebajikan
mereka. Makna inilah yang ditebarkan oleh Rasulullah SAW begitu beliau tiba di
Madinah dan memulai kerja membangun negara baru itu : “wahai sekalian manusia,
tebarkan salam, berikan makan, bangun sholat malam saat orang lain tertidur,
niscaya kalian akan masuk syurga dengan damai”
Sahabat sukses,
Apa yang
kamu ketahui tentang “cinta”, pasti kamu tahu banyak tentang itu. Cinta itu
pada dasarnya adalah untuk saling menyelamatkan, saling melindungi dan membahagiakan
diri. Jadi kata kuncinya “saling” memberi dan menerima. Bagaimana agar kita
mampu mencintai dan dapat dicintai. Tentunya ketahui dulu karakteristik dari
sahabat sukses. Jika kita mencintai diri atau pun orang lain dengan sepenuh
hati, itu artinya kita menggantungkan diri pada makhluk yang dengan berbagai
kelemahannya belum tentu dapat memberikan semua kebahagiannya. Oleh karena itu,
cinta yang sepenuh hati hanya patut kita berikan pada Sang Khalik yang sudah
pasti memberikan respon yang dapat menentramkan hati, karena Dia pasti akan
memberikan balasan setimpal bahkan lebih daripada yang kita berikan kepada-Nya.
Firman-Nya
ada dalam sebuah hadist qudsi, “Jika dia
(hamba-Ku) mendekat kepadaku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya
sedepa. Jika ia mendekat kepada-Ku sedepa, Aku akan mendekatinya sehasta, jika
ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.”
Sekali lagi, mencintai dan dicintai memang
sama pentingnya. Namun yang lebih penting lagi seberapa besar keikhlasan kita
dalam bersikap dan bertindak, disitulah kebahagiaan akan hadir,.....
amien..........................mwsukses sinergi.
Kamis, 05 April 2012
Pembelajaran Berbasis Aneka Sumber
PEMBELAJARAN BERBASIS ANEKA SUMBER
Dr. Muktiono Waspodo. M.Pd
Pembelajaran berbasis aneka sumber merupakan idaman bagi setiap
peserta didik, karena akan memberikan peluang yang cukup besar baginya dalam
melakukan aktivitas belajar. Dengan demikian perlu diciptakan
kondisi sedemikian rupa yang memungkinkan peserta didik memiliki pengalaman
belajar melalui berbagai sumber, baik sumber yang dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (by utilization) untuk keperluan
pembelajaran. Hal ini tentunya sejalan dengan perkembangan IPTEK, sumber
belajar semakin lama semakin bertambah banyak jenisnya, sehingga memungkinkan
orang-orang dapat belajar mandiri secara lebih baik.
Perkembangan
kehidupan masyarakat juga telah terjadi pergeseran dari era industri ke era informasi, yang akan
berdampak pada perkembangan pendidikan. Di era informasi saat ini peserta didik
setiap saat dihadapkan pada berbagai informasi dalam jumlah jauh lebih banyak
dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Informasi tersebut disebarkan melalui
berbagai media baik cetak maupun elektronik. Jika peserta didik tidak
dipersiapkan untuk dapat memberi makna terhadap informasi, menciptakannya
menjadi pengetahuan, menggunakan serta mengevaluasi pengetahuan yang diciptakan
orang lain, mereka dapat tertinggal oleh perkembangan ilmu pengetahuan
tersebut. Esensinya belajar itu, adalah aktivitas yang harus dilakukan oleh
peserta didik, untuk mengolah pesan pembelajaran (instructional) yang
terkandung pada sumber belajar tersebut.
Dalam
berbagai kesempatan, sebenarnya sumber belajar seringkali telah tersedia
dihadapkan peserta didik, namun demikian belum optimal termanfaatkan untuk
keperluan pembelajaran. Pembelajaran berbasis aneka sumber juga memiliki makna
adanya kebebasan bagi peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar yang ada,
guna mendukung aktivitas belajarnya. Perbedaan jenis, tingkat kecerdasan, serta
gaya belajar masing-masing peserta didik mengakibatkan sumber belajar yang
diperlukan dalam mencapai kompetensi tertentu juga berbeda. Atas dasar
kenyataan yang demikian maka berkembangnya pendekatan belajar berbasis aneka
sumber.
Semakin
tersedianya sumber belajar di lingkungan peserta didik, akan memberikan peluang
dan kesempatan yang lebih besar baginya untuk melakukan kegiatan belajar. Namun
demikian motivasi intrinsik dari peserta didik untuk belajar merupakan faktor
utama seseorang melakukan tindakan belajar. Dalam pemanfaatan sumber belajar, Pendidik (guru dan
dosen) mempunyai tanggung jawab membantu peserta didik sehingga belajar lebih mudah, lebih lancar, lebih
terarah, dan akhirnya akan menyenangkan bagi dirinya. Oleh sebab itu Pendidik
dituntut untuk memiliki kemampuan khusus yang berhubungan dengan pemanfaatan
sumber belajar. Tidak akan sia-sia,
jika menggunakan aneka sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran. Justru akan
memberikan makna/arti yang lebih besar guna mengeksplorasi sumber belajar
sehingga dapat memperllancar pencapaian tujuan pembelajaran.
B.
PENTINGNYA PEMBELAJARAN BERBASIS ANEKA SUMBER
Pembelajaran adalah proses
interaksi antara peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar. Pada pengertian yang lain, pembelajaran merupakan
bantuan pendidik kepada peserta didik memperoleh ilmu dan pengetahuan, penguasaan
keterampilan, serta pembentukan sikap. Pembelajaran mempunyai pengertian yang
mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak,
yaitu pekerjaan guru saja, sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara
guru dengan peserta didik
dan sumber belajar lainnya.
Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi adanya ketersediaan sumber belajar.
Dalam
kenyataan bahwa proses pembelajaran dapat terjadi dimana saja dan kapan saja.
Untuk menghasilkan kualitas belajar yang optimal, maka perlu dirancang
aktivitas belajar oleh peserta didik itu sendiri ataupun melalui peran Pendidik
dan/atau bimbingan orang lain. Kegiatan
belajar tidak hanya di lembaga pendidikan formal saja, melainkan juga di
lembaga nonformal. Bahkan belajar itu juga dapat terjadi dari lingkungan
informal. Oleh karena itu belajat tidak dibatasi oleh waktu, tempat, dan sumber
belajar.
Dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kaitannya dengan
berbagai kehidupan bermasyarakat, munculnya
berbagai inovasi guna memberikan kemudahan bagi individu dan masyarakat.
Tentunya pemerintah harus berupaya mengawalinya dengan mengkritisi bagaimana cara mempelajarinya, dan sumber
belajar apa yang sesuai dengan karakteristik peserta dididk (individu) dan
masyakat pada umumnya. Pembelajaran dengan menggunakan
aneka sumber menuntut adanya kemandirian dari peserta didik untuk belajat
sepanjang hayat.
Gagne (1977)
seperti yang dikutip Miarso (2004), berpendapat bahwa belajar merupakan seperangkat
proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang merupakan hasil
transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal dilingkungan
pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna
sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau
perlakuan). Pada
umumnya belajar adalah upaya menguasai sesuatu yang baru yang ditandai dengan
perubahan tingkah laku, sebagai hasil pengalaman dari upaya tersebut. Dalam
melaksanakan kegiatan belajar tersebut, tentu saja memerlukan berbagai sumber
belajar. Sedangkan pengertian sumber
belajar berdasarkan berbagai referensi disebutkan :
1.
Menurut
Association for Educational Communications and Technology (AECT,1977) “Sumber
belajar adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh
guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan
belajar-mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan
pembelajaran”
2.
Seel &
Richey (1994) Sumber
Belajar adalah manifestasi fisik dari teknologi – perangkat keras, perangkat
lunak, dan bahan pembelajaran. Manifestasi fisik teknologi dapat dikategorikan
dalam 4 jenis teknologi (Cetak, Audiovisual, Berbasis
Komputer, dan Terpadu
3.
Percival
& Ellington (1988) : mengatakan bahwa sumber belajar yang
dipakai dalam pendidikan atau latihan adalah suatu sistem yang terdiri dari
sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar
memungkinkan siswa belajar secara individual. Sumber belajar inilah yang
disebut media pendidikan atau media instruksional.
4.
Sudjana
(1989) : menuliskan bahwa pengertian sumber belajar bisa diartikan secara
sempit dan secara luas. Pengertian secara sempit diarahkan pada bahan-bahan
cetak. Sedangkan secara luas tidak lain adalah daya yang bisa dimanfaatkan guna
kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
5.
Ahmad Rohani
(2004: 161) mendefinisikan “Sumber belajar sebagai segala daya yang dapat
dipergunakan untuk kepentingan proses/ aktivitas pengajaran baik secara
langsung maupun tidak langsung, di luar peserta didik (lingkungan) yang
melengkapi mereka pada saat pembelajaran
berlangsung.”
Dari beberapa definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan untuk kepentingan pembelajaran sehingga diharapkan dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan Sedangkan sumber belajar akan menjadi
bermakna bagi peserta didik dan Pendidik,
apabila sumber belajar diorganisir melalui rancangan yang memungkinkan
seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Jika tidak maka tempat
atau lingkungan alam sekitar, benda, orang atau buku sekalipun hanya
sekedar sesuatu yang tidak akan ada artinya apa-apa.
Dengan demikian pada hakikatnya sumber
belajar begitu luas dan kompleks, lebih dari sekedar media pembelajaran. Segala
sesuatu yang dimungkinkan dapat
dimanfaatkan untuk keberhasilan pembelajaran dapat dipertimbangkan menjadi
sumber belajar. Hal ini menegaskan bahwa Pendidik (dosen dan guru) bukanlah satu-satunya sumber tetapi
hanya salah satu saja dari sekian sumber belajar lainnya.
Untuk lebih jelasnya sumber belajar
dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :
1. Sumber
belajar yang direncanakan (by design)
yaitu : Semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen
sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan
bersifat formal.
2. Sumber
belajar karena dimanfaatkan (by
utilization) yaitu : Semua sumber yang tidak secara khusus didesain untuk
keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan dan dimanfaatkan
untuk keperluan belajar. Contoh : Kantor pos pada awalnya hanya digunakan untuk
kepentingan persuratan, tetapi kantor pos tersebut dapat digunakan sebagai sumber belajar apabila
seseorang sedang membicarakan pokok bahasan tentang persuratan.
Sumber
belajar yang dirancang maupun dimanfaatkan, sama-sama pentingnya guna
memberikanpeluang dan kesempatan untuk mendukung kegiatan pembelajaran.
Kebermanfaatan sumber belajar sangat dipengaruhi oleh peserta didik, karena
sesungguhnya “kebebasan’ di sini memiliki makna bahwa peserta didik diharapkan
mampu untuk memilih dan memanfaatkan sumber belajar yang tersedia. Jika mampu
dan dimungkinkan sesuai dengan kebutuhan
belajarnya, dapat juga mengembangkan sumber belajar sehingga kontektual dengan
kebutuhannya. Peran pendidik, tentunya menciptakan lingkungan yang kondusif
atau merangsang (menstimulus) terjadinya perbuatan belajar pada peserta didik.
Menurut
AECT (1977) telah
membuat klasifikasi sumber belajar sebagai berikut:
1. Pesan
(messages), yaitu informasi yang
ditransmisikan oleh komponen lain dalam bentuk ide, fakta, seni, dan data.
Termasuk dalam kelompok pesan adalah semua bidang studi yang harus diajarkan
kepada siswa.
2. Orang
(peoples), bertindak sebagai
penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan. Dalam kelompok ini misalnya guru,
tutor, peserta didik, tokoh masyarakat (yang mungkin berinteraksi dengan
masyarakat)
3. Bahan
(materials), yaitu perangkat lunak
yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat ataupun dirinya
sendiri. Misalnya transparasi, slide, audio, video, buku, majalah, dan lainnya.
4. Alat (devices), yaitu perangkat keras yang
digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Misalnya slide
proyektor, video tape, pesawat radio, televisi.
5. Teknik
(tecniques), yaitu prosedur atau
acuan yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, orang, dan lingkungan
untuk menyampaikan pesan. Seperti belajar sendiri, simulasi, demonstrasi, tanya
jawab.
6. Lingkungan
(setting), yaitu situasi di sekitar
dimana pesan disampaikan, lingkungan bisa bersifat fisik (gedung sekolah,
perpustakaan, laboratorium, studio, auditorium, museum, taman, lingkungan non
fisik/ suasana belajar).
PEMILIHAN
DAN PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR
Dalam proses pemilihan sumber belajar yang
efektif dan efisien, isi dan tujuan pembelajaran haruslah sesuai dengan
karakteristik sumber belajar tertentu. Untuk memilih berbagai jenis atau
komponen sumber belajar seperti yang dikemukakan Anderson (1987) dan AECT (1986), dapat digunakan sebagai langkah-langkah
pemilihan secara menyeluruh; yaitu
(1)
merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan penggunaan sumber
belajar secara jelas.
(2)
Menentukan isi pesan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
(3)
Mencari bahan pembelajaran (materials)
yang memuat isi pesan.
(4)
Menentukan apakah perlu menggunakan sumber belajar orang, seperti
guru, pakar bidang ilmu, tokoh masyarakat dan sebagainya.
(5)
Menentukan apakah perlu menggunakan peralatan untuk
mentransmisikan isi pesan.
(6)
Memilih peralatan yang sesuai dengan kebutuhan untuk
mentransmisikan isi pesan.
(7)
Menentukan teknik penyajian pesan
(8)
Menentukan latar (setting) tempat berlangsung penggunaaan sumber belajar.
(9)
Menggunakan semua sumber belajar yang
telah dipilih atau ditentukan yang efektif dan efisiensi
(10)
Mengadakan penilaian sumber belajar.
Berbagai
jenis sumber belajar tersebut, pada dasarnya tidak boleh dilihat secara
parsial. Aneka sumber belajar harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh
dalam sebuah proses pembelajaran. Semua jenis sumber belajar yang memang
sesuai, perlu dipertimbangkan demi tercapainya pembelajaran yang lebih baik.
Dengan demikian diharapkan akan berdampak positif terhadap hasil pembelajaran.
Ada sejumlah pertimbangan yang harus diperhatikan, ketika akan memilih dan
memanfaatkan sumber belajar, yaitu :
1) Bersifat
ekonomis dan praktis (kesesuaian antara hasil dan biaya)
2) Praktis
dan sederhana artinya mudah dalam pengaturannya
3) Fleksibel
dan luwes, dalam merancang dan menerapkan sumber belajar tidak kaku dan dapat
terjadi penyesuaian .
4) Sesuai
dengan tujuanpembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang diperlukan
5) Sesuai
dengan karakteristik peserta didik antara lain pada taraf berfikir, tingkat perkembangan
psikisnya.
Dalam mewujudkan masyarakat belajar
sepanjang hayat (long life education)
dan untuk menghadapi era informasi dan pasar bebas, para pendidik (guru, dosen,
instruktur) harus berupaya menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik
memiliki pengalaman belajar dari berbagai sumber, baik sumber belajar yang
dirancang maupun sumber belajar yang dimanfaatkan. Belajar merupakan suatu
proses yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh perubahan
perilaku baru secra keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
C.
MANFAAT PEMBELAJARAN BERBASIS ANEKA SUMBER
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat dideskripsikan manfaat pembelajaran
berbasis aneka sumber, yakni sebagai berikut;
1.
Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan cara;
(a)
mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih
baik dan
(b)
mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak
mengembangkan
inspirasi, memotivasi peserta didik secara maksimal
2.
Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan
cara:
(a)
mengurangi intervensi guru yang kaku dan tradisional; dan
(b)memberikan
kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan karakteristiknya
3. Meningkatkan
kualitas proses
pembelajaran, dengan cara:
(a)
mengoptimalkan pemanfaatan jenis
sumber belajar;
(b)
penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit.
5.
Memungkinkan belajar secara seketika, cara:
(a)
mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak
dengan realitas yang sifatnya kongkrit;
(b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.
6.
Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan
informasi yang mampu menembus batas geografis.
Mengoptimalkan sumber belajar tidak selalu harus didukung biaya yang
tinggi dan sulit untuk mendapatkannya, yang kadang-kadang ujung-ujungnya akan
membebani orang tua siswa untuk mengeluarkan dana pendidikan yang lebih besar
lagi. Padahal dengan berbekal kreativitas, guru dapat membuat dan menyediakan
sumber belajar yang sederhana dan murah. Misalkan, bagaimana guru dan siswa
dapat memanfaatkan bahan bekas. Bahan bekas, yang banyak berserakan di sekolah
dan rumah, seperti kertas, mainan, dan bekas kemasan sering luput dari
perhatian kita
D.
PENCIPTAAN LINGKUNGAN BELAJAR YANG KONDUSIF
Agar proses pembelajaran
memberikan makna yang jelas dan terciptanya lingkungan pembelajaran yang
kondusif dengan menggunakan aneka sumber belajar. Bagaimana halnya dengan peran
Pendidik ? Tentunya kehadiran sumber belajar selain Pendidik bukannya
menjadikan dirinya “tidak aktif”. Karena
tugas pendidik diarahkan untuk merencanakan, menciptakan dan menemukan
kegiatan kegiatan yang bersifat menantang yang akan dapat membangkitkan
prakarasa belajar peserta didik. Di samping itu mereka berperan untuk
menggunakan pemikirannya secara baik. Hal ini sangat penting sebagai landasan
terciptanya masyarakat belajar sepanjang hayat dimana orang akan belajar terus
secara bebas dan mandiri. Dalam upaya mewujudkan masyarakat belajar sepanjang
hayat dan untuk menghadapi era informasi dan pasar bebas tersebut, para
Pendidik (Guru maupun Dosen) harus berupaya menciptakan kondisi yang
memungkinkan peserta didik memiliki pengalaman belajar dari berbagai sumber,
baik sumber belajar yang dirancang maupun sumber belajar yang dimanfaatkan.
Oleh karena itu, guru dalam
merancang pembelajaran perlu menganalisis sumber-sumber belajar apa yang
tersedia dan dapat digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran. Perencanaan
pembelajaran aneka sumber perlu dilakukan disebabkan: (1) dengan belajar
berbasis aneka sumber, peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar sesuai
dengan gaya belajar yang dimilikinya, misalnya dengan jalan mendengarkan
rekaman audio, siaran radio, dan melihat TV, video dan computer assisted instruction (CIA), dan lain-lain, (2) Kesempatan
belajar karena hal ini sifatnya individual, maka seorang pebelajar dapat saja
mengatur kapan waktu yang cocok buat mereka belajar, (3) Kemauan atau motivasi
untuk belajar. Tanpa motivasi yang tinggi prestasi belajar akan sulit dicapai,
walau bagaimanapun tersedianya berbagai aneka sumber belajar.
Beberapa manfaat yang dapat
diambil dari belajar berbasis aneka sumber antara lain, (a) seseorang dapat
belajar sesuai dengan kondisinya dan waktu belajar, (b) menimbulkan pemahaman
yang lebih mendalam, (c) mendorong terjadinya pemusatan perhatian terhadap
topic sehinggga pebelajar menggali lebih banyak informasi dan menghasilkan
produk belajar yang lebih bermutu, (d) meningkatkan pembentukan ketrampilan
berpikir seperti ketrampilan memecahkan masalah, memberikan
pertimbangan-pertimbangan, (e) meningkatkan motivasi belajar, (f) mengurangi
ketergantungan pada guru, (g) menumbuhkan kesempatan belajar yang baru, dan (g)
menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghadapi tantangan baru.
Sumber belajar yang dirancang maupun
dimanfaatkan bagi keperluan pembelajaran, tentunya juga masih membutuhkan peran
guru. Setidaknya melalui strategi pembelajaran yang dipilih guru harus mampu:
mengenalkan, merencanakan dan
memanfaatkan sumber belajar sehingga hasil pembelajaran menjadi lebih efektif
dan efisien. Oleh karena itu sebagai konsekuensi logisnya, guru perlu (1)
mengetahui proses transformasi pesan-pesan pembelajaran (2) mengetahui jenis dan karaktertik sumber
belajar, dan (3) mengetahui bagaimana cara memanfaatkan sumber belajar untuk
kepentingan pembelajaran. Dengan demikian setidaknya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, seorang guru perlu mengetahui sumber belajar,
pemanfaatan sumber belajar, dan pengelolaan sumber belajar tersebut.
Salah satu indikator lingkungan belajar yang kondusif adalah
lingkungan yang dapat menunjukan bahwa peserta didik merasa nyaman, senang,
dan semangat untuk belajar, serta hasilnya relati akan menggembirakan dari target pencapaian hasil
belajar yang ditetapkan. Lingkungan belajar akan tercipta kondusif, pada
umumnya menunjukan adanya pemanfaatan sumber belajar yang tepat sesuai dengan
tujuan pembelajaran dan karakteristik peserta didik.
F. PENUTUP
Pembelajaran
berbasis aneka sumber belajar akan menjadi bermakna bagi bagi peserta didik
maupun Pendidik, jika sumber belajar
dirancang dan dikelola yang memungkinkan
seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar secara mudah dan
kontektual dengan kebutuhannya. Jika tidak maka tempat atau lingkungan alam
sekitar, benda, orang atau buku sekalipun hanya sekedar sesuatu yang
tidak akan ada artinya apa-apa. Pada hakikatnya sumber belajar tersedia di
lingkungan internal dan ekternal pada setting belajar. Oleh karena itu
keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan aneka sumber belajar dapat
memungkinkan peserta didik berkembang secara optimal. Kehadiran sumber belajar
lainnya, menunjukan bahwa Pendidik bukanlah satu-satunya sumber tetapi hanya
salah satu saja dari sekian sumber belajar yang dapat menyampaikan pesan-pesan
pembelajaran.
Sumber
belajar pada hakekatnya bertujuan untuk mengembangkan berbagai potensi yang
sesuai dengan karakteristik peserta didik. Oleh sebab itu sumber belajar dapat
menjelajahi sumber pengalaman belajarnya, sehingga peserta dididk termotivasi
dan mendapatkan kemudahan dalam kegiatan belajarnya. Belajar tidak dirasakan
sebagai beban tetapi menjadikan pembelajaran berlangsung secara optimal dan
efektif, apabila sang guru kreatif merancang pemanfaatan dari berbagai sumber
belajar tersebut.
Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan semakin
hangatnya arus globalisasi, maka sumber-sumber informasi atau sumber belajar
semakin banyak, baik sumber belajar yang direncanakan (by design) maupun sumber belajar yang dimanfaatkan (by utilization) dibanding dengan
masa-masa sebelumnya. Untuk mengikuti perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi) yang semakin pesat sekarang ini maka pendidikan atau sekolah yang
merupakan pilar utama harus dapat dimanajemen seoptimal mungkin. Guru juga yang
merupakan tonggak terdepan dalam proses pembelajaran harus mampu menciptakan
lingkungan yang kondusif sehingga siswa dapat senang, nyaman, dan betah dalam
belajar. Di sisi lain juga, siswa atau peserta didik yang merupakan objek
pendidikan dituntut untuk dapat memanfaatkan berbagai aneka sumber belajar
sehingga pada akhirnya siswa dapat menguasai dan menerapkan ilmu yang dia
miliki didalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, O.W. &
Krathwohl, D.R. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing: A
revision of Bloom’s taxanomy of educational objectives. New York: Addison
Wesley Longman.
AECT.
1977. Selecting Media for Learning. Washington DC: Association for
Education Communication and Technology.
Barbara, S. (1998). Making
instructional design decisions. Apper Saddle River, N.J.: Merill.
Belt, S. (1997). Emerging vision of an information age education, http://www.pnx.com/gator
Belt, S. (1997). Emerging vision of an information age education, http://www.pnx.com/gator
Dorrell, J. (1993).
Resource-based learning: Using open and flexible learning resources for
continous development. Berkshire: McGraw-Hill Book Company Europe.
Miarso, Yusufhadi, (2004), Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Edisi Satu
Percival,
Fred & Henry Ellington (1988), Teknologi Pendidikan, terjemahan Sudjarwo, Jakarta: Penerbit Erlangga
Rohani, Ahmad (2004), Pengelolaan Pengajaran Edisi Revisi,
Jakarta : PT. Rineka Cipta
Seels,
Barbara B, & Rita C.Richey (1994), Teknologi Pembelajaran, Definisi dan
Kawasannya, Jakarta:
Unit Percetakan UNJ.
N.B.
Bapak/Ibu/Saudara, Jika dicopy silakan, mohon dicatat sumbernya sebagai sikap ilmiah
Langganan:
Postingan (Atom)