Sabtu, 06 Oktober 2012

Pengembangan Keprofesional Berkelanjutan bagi Pendidik PAUD



Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan

 bagi Pendidik PAUD (sebuah keharusan)




           



Rasional


Artikel ini diawali dari hasil mencermati beberapa literatur yang menjadi bacaan awal penulis, Ada suatu harapan kita bersama, bahwa komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mengembangkan pendidikan usia dini secara professional. Dengan ditarik kembali urusan kebudayaan, menjadi satu kesatuan dengan urusan pendidikan, maka diharapkan hasil pendidikan akan memelihara sekaligus mengembangkan hasil pendidikan yang berbudaya.
         Dalam arti bahwa hasil pendidikan akan seiring dengan kepribadian dan karakter budaya bangsa Indonesia yang hakiki.  Tak dapat kita pungkiri bahwa kemajuan suatu bangsa terletak pada kemampuan bangsa ini untuk menangani pendidikan secara profesional. Bangsa yang bijaklah, yang akan menangani pendidikan sejak anak usia dini, sebab mereka sadar betul bahwa pendidikan bagi anak dini usia merupakan awal dari pembentukan karakter bangsa (nation of character).
Dinamika kesepakatan, dan ketetapan perundang baik secara internasional, nasional maupun lokal setempat telah semakin memuluskan jalan kearah lebih diperhatikannya hak-hak anak usia dini, termasuk hak akan pendidikannya. Bahkan secara yuridis formal, dengan disahkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Dengan suatu keinginan besar kita bahwa anak merupakan investasi yang tak ternilaikan dan anak merupakan pewaris negeri ini, maka diperlukan upaya yang konkrit untuk pengembangan profesional berkelanjutan bagi Pendidik PAUD.
Saat ini, fakta yang ada bahwa perkembangan pendirian lembaga PAUD sangat “menjamur” di berbagai daerah. Namun apakah semua yang ada sebelumnya telah dilakukan kelayakan untuk mendirikan lembaga PAUD dan ragamnya motivasi dalam mendirikan lembaga PAUD juga ikut andil dalam perkembangan kaulitas PAUD tersebut.
Di sisi lain, bagaimana dengan penyiapan pendidik PAUD selama ini? Pertanyaan berikutnya,  sudah cukupkah pengembangan profesional berkelanjutan bagi Pendidik PAUD? Apakah selama ini strategi pembinaan telah mendukung kebutuhan Pendidik PAUD dalam mengemban tugasnya?
Tulisan ini akan dibatasi, pada fokus pengembangan profesional berkelanjutan bagi Pandidik PAUD. Dengan menggunakan sebuah argumentasi bahwa, kesiapan dari Pendidik PAUD ditinjau dari aspek keprofesionalannya akan mampu untuk mengatasi problematik pengelolaan PAUD tersebut.


Pembahasan

Pentingnya PAUD

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah usah sadar dalam memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui penyediaan pengalaman dan stimulasi yang kaya dan bersifat mengembangkan secara terpadu dan menyeluruh agar anak dapat bertumbuh kembang secara sehat dan optimal sesuai dengan nilai, norma, dan harapan masyarakat. Dari hasil seminar tentang Pengembangan PAUD di Indonesia sepakati bahwa dalam batasan ini ada       Beberapa ungkapan pokok yang perlu dijelaskan. Pertama, PAUD sebagai usaha sadar dalam memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak. Ungkapan ini mengandung arti bahwa PAUD merupakan suatu aktivitas yang dilakukan secara sengaja dalam rangka mendukung dan memperlancar pertumbuhan dan perkembangan. Kedua, anak yang dimaksud secara kronologis dibatasi pada anak sejak lahir hingga usia enam tahun. Ketiga, pendidikan itu dilakukan melalui upaya penyediaan pengalaman dan perangsangan yang kaya dan bersifat mengembangkan sehingga tecipta suatu lingkungan belajar dan perkembangan kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Keempat, upaya pendidikan tersebut dilakukan secara terpadu dan menyeluruh sekurang-kurangnya mengandung dua pengertian. Secara mikro dilihat dari sisi interaksi pendidikan dengan anak, ungkapan terpadu dan menyeluruh ini mengandung arti bahwa layanan pendidikan yang diberikan kepada anak harus mendukung segenap aspek perkembangan anak dan dilakukan dalam suatu kesatuan program yang utuh dan proposional. Dan secara makro dilihat dari sisi penyelenggaraan program PAUD, ungkapan tersebut mengandung arti bahwa program-program PAUD perlu dilakukan secara terkoordinasi dan melibatkan berbagai pihak terkait. Terakhir, tujuan PAUD adalah tercapainya perkembangan anak yang sehat dan optimal serta dimilikinya kesiapan dan berbagai perangkat keterampilan hidup yang diperlukan untuk proses perkembangan dan pendidikan anak selanjutnya. Karena anak merupakan bagian dan sekaligus generasi penerus masyarakat, maka pertumbuhan dan perkembangan yang diraih oleh anak tentunya harus sejalan dengan nilai-nilai, norma-norma, dan harapan masyarakat.

Layanan PAUD

Layanan pendidikan anak usia dini di Indonesia hingga saat ini baru menjangkau jumlah sasaran yang kecil, terlebih lagi bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Dengan kata lain, secara kuantitas layanan pendidikan anak usia dini di negara kita masih sangat terbatas. Dalam segi kualitas, kondisinya lebih parah lagi. Dengan demikian, hak anak untuk tumbuh dan berkembang, untuk dilindungi dan untuk difasilitasi tampaknya belum memadai dan belum merekflesikan pemenuhan tututan undang-undang serta berbagai peraturan dan kebijakan yang menaunginya.
Kondisi pendidikan anak usia dini yang masih sarat dengan berbagai permasalahan dan tantangan diatas disebabkan oleh keterbatasan kapasitas yang kita miliki dan belum maksimalnya pendayagunaan berbagai potensi yang ada. Misalnya, pada pihak pemerintah telah banyak kebijakan dan program yang ditetapkan dan program yang berkaitan dengan pelayanan perkembangan anak usia dini ini, namun masih kurang mantap dan Indonesia telah memiliki pijakan yang lebih kuat untuk melaksanakan pendidikan usia dini. Namun peraturan pemerintah, keputusan menteri, peraturan daerah, dan peraturan atau keputusan sejenis lainnya yang lebih spesifik tentang PAUD belum diterbitkan. Karena itu untuk mendukung dan memberikan pijakan yang lebih jelas bagi arah penyelenggaraan PAUD, berbagai peraturan dan keputusan tentang penyelenggaraan PAUD yang mencakup mencakup pengaturan tentang tujuan PAUD, peserta didik, persyaratan pendidik, pengolaan pendidikan, kurikulum dan program pendidikan, sarana dan prasarana, dana, evaluasi, sertifikasi dan akreditasi program, perijinan, pengawasan, jaringan kelembagaan, dan sasaran pembinaan. Peraturan-peraturan tersebut hendaknya lebih menjamin penyelenggaraan PAUD yang terarah ke optimalisasi perkembangan anak dengan lebih mengakomodasi nilai-nilai sosiokultural dan religius serta harapan masyarakat setempat, efisiensi dan efektivitas, luasnya cakupan pelayanan, lebih terimplementasikannya kaidah-kaidah PAUD, serta lebih terkoordinasinya penyelenggaraan PAUD secara lebih professinal, akuntabel,dan berkualitas.
Secara yuridis formal dengan disahkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Indonesia telah memiliki pijakan yang lebih kuat untuk melaksanakan pendidikan anak usia dini. Dalam undang-undang tersebut dikemukakan bahwa PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. PAUD pada jalur pendidikan pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Dan PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Berkenaan dengan sistem kelembagaan, PAUD diposisikan sebagai suatu layanan pendidikan yang berlangsung dalam multi channel, multi level, dan multi setting yang mengandung diferensiasi dan diversifikasi layanan luas yang mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, maupun informal. Dimanapun PAUD diselenggarakan hendaknya berpegang pada prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah pedagogis PAUD.
Secara umum, ada sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan PAUD.
(i)Holistik dan terpadu : PAUD dilakukan denagn terarah ke pengembangan segenap aspek pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak serta dilaksanakan secara terintegrasi dalam suatu kesatuan program utuh dan proporsional. Secara makro, prinsip holistik dan terpadu ini juga mengandung makna bahwa penyelenggaraan PAUD dilakukan secara terintegrasi dengan sistem sosial yang ada di masyarakat dan menyertakan segenap komponen masyarakat sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangannya. Dalam hal ini perlu adanya keselarasan antara pendidikan yang dilakukan dalam berbagai unit pendidikan—keluarga, sekolah, dan masyarakat.
(ii)  Berbasis keilmuan : Prinsip ini mengandung arti bahwa praktek pendidikan anak usia dini yang tepat perlu dikembangkan berdasarkan temuan-temuan mutakhir dalam bidang keilmuan yang relevan. Dalam hal ini, para ahli PAUD perlu senantiasa menyebarluaskan temuan-temuan ilmiahnya di bidang PAUD sehingga dapat diaplikasikan oleh para praktisi PAUD baik oleh tenaga professional di lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini maupun oleh tenaga-tenaga non-profesional di masyarakat dan keluarga.
(iii)Berorientasi pada perkembangan anak : PAUD dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan tingkat perkembangan anak sehingga proses pendidikannya bersifat tidak terstruktur, informal, emergen dan responsive terhadap perbedaan individual anak, serta melalui aktivitas lagsung dalam suasana bermain.
(iv)Berorientasi masyarakat : Anak adalah bagian dari masyarakat dan sekaligus sebagai generasi penerus dari masyarakat yang bersangkutan      

Konsekuensi penyiapan Pendidik  PAUD yang professional

Ini mengimplikasikan perlunya PAUD diselenggarakan oleh pendidik dan tenaga kependidikan PAUD yang memenuhi kualifikasi dan komnptensi yang dibutuhkan. Kualifikasi dan kompetensi Pendidik PAUD yang umumnya masih bervariasi; bahkan secara akademik kurang professional berakibat langsung terhadap rendahnya kualitas layanan PAUD. Oleh karena itu, dalam rangka memperluas akses dan peningkatan mutu pendidikan bagi anak usia dini perlu dilakukan upaya-upaya penyiapan dan pengembangan pendidik maupun tenaga kependidikan pada satuan lembaga layanan PAUD.
Tanpa untuk mempersoalkan tentang peristilahan yang berkembang di masyarakat yakni Pendidik PAUD, Pamong PAUD, Tutor PAUD atau Guru PAUD. Dalam artikel ini, penulis membatasinya dengan definisi operasional yang digunakan yakni Pendidik PAUD.
Pendidik PAUD adalah mereka yang bertugas memfasilitasi proses pengasuhan dan pembelajaran pada anak usia dini serta mengabdikan diri pada PAUD, baik pada jalur pendidikan formal maupun non formal, serta memiliki komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan anak usia dini. Pendidik PAUD pada lembaga pendidikan formal dan nonformal perlu memiliki kualifikasi minimum (D2) dan sertifikasi yang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Secara hakiki, pada awalnya  mendidik anak usia dini  sadalah tanggung jawab orang tuanya. Kelompok pendidik pada jalur informal juga perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar dalam PAUD.
Tenaga pengelola adalah tenaga yang bertugas merencanakan, mengorgani-sasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan kelembagaan satuan program PAUD dalam rangka menunjang proses pengasuhan dan pembelajaran anak usia dini yang menjadi tanggungjawabnya. Mereka juga hendaknya merupakan tenaga yang kompeten untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut.
Secara ideal, dalam jangka panjang semua tenaga pendidik, pengelola dan pengawas/penilik PAUD adalah tenaga professional. Namun dalam rangka perluasan akses dan peningkatan mutu, dalam jangka pendek lembaga PAUD formal hendaknya ditangani oleh tenaga-tenaga professional, sedangkan lembaga-lembaga pendidikan non-formal dapat ditangani oleh tenaga-tenaga semi-professional. Baik  Pendidik PAUD yang profesional mupun semi profesional pada satuan PAUD seyogyanya memiliki sejumlah kompetensi akademik, profesional, dan sosial pribadi. Proses penyiapan tenaga PAUD professional perlu dilakukan melalui program pendidikan tinggi pada perguruan tinggi yang terakreditas untuk menyelenggarakan program studi PAUD; sedangkan proses penyiapan tenaga semi profesional dilakukan melalui program-program pelatihan yang berstruktur, berjenjang, dan terakreditasi.
Dalam konteks ini, maka strategi pengembangan profesional Pendidik PAUD sebagai suatu keharusan yang perlu dilakukan secara nyata. Tidak hanya mengandalkan peran pemerintah, namun juga keterlibat Asosiasi/Forum Pendidik PAUD. Profesional disini dimaknai bahwa kompetensi yang dimiliki selaras dan mendukung pelaksanaan tugas pokoknya sebagai Pendidik PAUD. Dalam melaksanakan tugasnya berpegang pada aturan/norma/kode etik sebaga profesi Pendidik PAUD. Jika disebutkan Pendidik PAUD sebagai Profesi, maka apa apabila dalam melaksanakan tugasnya bertentangan dengan kaidah profesi, maka akan dapat dikenai sanksi pada dirinya. Profesi di sini juga dimaksudkan bahwa Pendidik PAUD telah memiliki kejelasan pada status keberadaannya karena adanya asosiasi/forum yang turut membina anggota profesinya.

Penutup
Semua persoalan di atas pada akhirnya bermuara pada pemahaman masyarakat tentang pendidikan anak usia dini di Indonesia secara komprehensif dan utuh yang dapat dijadikan rujukan oleh berbagai pihak dalam mengembangkan tatanan kerja dan program pendidikan anak usia dini. Akibatnya kebijakan-kebijakan dan program-program pendidikan usia dini  yang dilucurkan cenderung bersifat parsial dan sesaat serta tidak mecahkan inti persoalan yang sesungguhnya.
Mengingat pentingnya peran Pendidik PAUD ini sebagai bagian dari manifestasi bangsa untuk membangun kepribadian bangsa. Maka diperlukan pengembangan profesional berkelanjutan bagi Pendidik PAUD. Diawa;li dengan perlunya konseptualisasi dan pemetaan tatanan PAUD sebagai dasar untuk terciptanya suatu sinergi antar berbagai komponen terkait lainnya. Begitu pula semua variabel kontributif terhadap peningkatan akses dan kualitas Pendidik PAUD perlu diidentifikasi dan diinventarisasi sehingga peran-perannya dapat dipahami dan digali seoptimal mungkin. Masukan dari berbagai pihak terkait baik akademisi, praktisi, maupun birokrat diharapkan akan dapat menemukan sejumlah gagasan, pemikiran, dam langkah-langkah strategis bagi upaya perumusan konsep, kebijakan, dan langkah-langkah pengembangan profesional berkelanjutan Pendidik PAUD ke depan.   Suatu keharusan adalah komitmen positif guna menyiapkan Pendidik PAUD yang Profesional. Tidak ada pernah ada program PAUD akan berhasil tanpa peran orang tua dala lingkup keluarga/informal dan peran Pendidik PAUD pada jalur nonformal dan formal.      

Pustaka Acuan

Bandura, A. (1969). Principles of Behavior Modification. New York Holt, Rinehart & Winston.
Briwer, J.N. (1992). Early Childhood Education. Boston : Allyn angd Bacon.
Cormier,L.J. & Cormier,L.S. (1985) Interviewing Strategies for Helpers. Second Edition, Montery California: Brooks/ ColePubl.Co.
Soemarti Patmonodewo, (2000), Pendidikan Anak Prasekolah, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Kamis, 19 April 2012

Sahabat Sukses, “Cinta itu Anugerah dan Amanah”
Muktiono Waspodo

Bergemih hati saya, ketika  ada kegundahan hati seseorang mengkonsultasikan makna cinta dalam hidupnya. Ada perasaan hati yang tergerak untuk “share”, walaupun mungkin tidak diketahuinya secara langsung. Sahabat sukses, Hidup dengan cinta sesungguhnya adalah “anugerah dan amanah”. Karena itu setiap manusia yang ada di muka bumi ini akan menghadapi “pilihan”,.... ya atau tidak, namun jangan memilih “ataunya”, nanti mencerminkan anda dalam keraguan. Tentunya jangan diam diri, artinya anda tidak bersikap, ... 

Setiap orang pada hakekatnya mempunyai hak sama dengan orang lain tetapi berapa banyak orang yang justru membatasi diri meraka dengan alasan yang sebenarnya tidak masuk akal. Saya dari keluarga miskin karenanya saya tidak bisa kaya, atau saya tidak kuliah maka sudah bagus saya jadi buruh. Saya tidak perlu mencintai karena saya tidak dicintai, saya tidak perlu menghormati karena saya tidak dihormati. Kuatkan tindakan anda dengan cerminan kalbu hati yang jernih, ikhlas dan bersikap perasaan dan logika yang ada pada diri anda Jangan anda batasi kecintaan ada pada sesama, karena disitulah kebahagiaan hidup akan tergapai

Jadikan potensi diri anda sebagai penyemangat hidupmu, dan tidak perlu kuatir dalam mengarungi kehidupan ini. Pasti  jika anda ditanya? Apakah anda kuatir menghadapi bahtera kehidupan ini, Jawaban ya atau tidak,,,, jangan ragu-ragu. Pada saat jawaban ini telah terucap, lakukan instropeksi diri untuk menumbuhkan “potensi diri” anda. Yakinkan anda adalah yang beruntung dan berkah karena Allah SWT selalu bersama kita, dan masih banyak rekan yang baik, selalu memberikan semangat dalam hidup ini,

Dalam konteks tulisan ini, saya akan lebih “indepth” untuk memaknai arti “cinta” karena setiap manusia pasti akan mengalaminya. Mungkin perbedaannya pada “kadar”nya?
Pada hakekatnya cinta adalah kemampuan yang terintegrasi dalam seluruh aspek kepribadian kita. Kemampuan seseorang untuk mencintai adalah gambaran paling utuh dari seluruh kualitas kepribadiannya. Hanya orang-orang dengan kepribadian yang kuat dan kapasitas yang besar yang mampu mencintai. Orang-orang lemah, yang setiap saat bisa kita saksikan disekitar kita, tidak akan pernah bisa mencintai. Bahkan untuk mencintai diri mereka sekalipun. Takdir mereka adalah menantikan cinta dan kasih sayang orang-orang kuat.   Saya yakin anda bukan yang tipe ini

Sahabat sukses, 
Sejatinya anda adalah orang-orang kuat yang mampu mencintai dengan segenap kesadarannya. Maka akan selalu nampak dalam diri anda ekspresi kebajikan demi kebajikan. Sementara orang-orang lemah bahkan tidak memiki kesadaran untuk mencintai. Maka mereka terus mengkonsumsi kebajikan orang-orang kuat. Itu sebabnya orang-orang kuat dalam masyarakat merupakan faktor kohesi yang merekatkan masyarakat. Mereka merekatkan masyarakat dengan cinta dan kebajikan mereka. Makna inilah yang ditebarkan oleh Rasulullah SAW begitu beliau tiba di Madinah dan memulai kerja membangun negara baru itu : “wahai sekalian manusia, tebarkan salam, berikan makan, bangun sholat malam saat orang lain tertidur, niscaya kalian akan masuk syurga dengan damai”

Sahabat sukses,
Apa yang kamu ketahui tentang “cinta”, pasti kamu tahu banyak tentang itu. Cinta itu pada dasarnya adalah untuk saling menyelamatkan, saling melindungi dan membahagiakan diri. Jadi kata kuncinya “saling” memberi dan menerima. Bagaimana agar kita mampu mencintai dan dapat dicintai. Tentunya ketahui dulu karakteristik dari sahabat sukses. Jika kita mencintai diri atau pun orang lain dengan sepenuh hati, itu artinya kita menggantungkan diri pada makhluk yang dengan berbagai kelemahannya belum tentu dapat memberikan semua kebahagiannya. Oleh karena itu, cinta yang sepenuh hati hanya patut kita berikan pada Sang Khalik yang sudah pasti memberikan respon yang dapat menentramkan hati, karena Dia pasti akan memberikan balasan setimpal bahkan lebih daripada yang kita berikan kepada-Nya.
Firman-Nya ada dalam sebuah hadist qudsi, “Jika dia (hamba-Ku) mendekat kepadaku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Jika ia mendekat kepada-Ku sedepa, Aku akan mendekatinya sehasta, jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.”

Sekali lagi, mencintai dan dicintai memang sama pentingnya. Namun yang lebih penting lagi seberapa besar keikhlasan kita dalam bersikap dan bertindak, disitulah kebahagiaan akan hadir,..... amien..........................mwsukses sinergi.



Kamis, 05 April 2012

Pembelajaran Berbasis Aneka Sumber

          PEMBELAJARAN BERBASIS ANEKA SUMBER
 Dr. Muktiono Waspodo. M.Pd



Pembelajaran berbasis aneka sumber merupakan idaman bagi setiap peserta didik, karena akan memberikan peluang yang cukup besar baginya dalam melakukan aktivitas belajar. Dengan demikian perlu diciptakan kondisi sedemikian rupa yang memungkinkan peserta didik memiliki pengalaman belajar melalui berbagai sumber, baik sumber yang dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (by utilization) untuk keperluan pembelajaran. Hal ini tentunya sejalan dengan perkembangan IPTEK, sumber belajar semakin lama semakin bertambah banyak jenisnya, sehingga memungkinkan orang-orang dapat belajar mandiri secara lebih baik.
Perkembangan kehidupan masyarakat juga telah terjadi pergeseran  dari era industri ke era informasi, yang akan berdampak pada perkembangan pendidikan. Di era informasi saat ini peserta didik setiap saat dihadapkan pada berbagai informasi dalam jumlah jauh lebih banyak dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Informasi tersebut disebarkan melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik. Jika peserta didik tidak dipersiapkan untuk dapat memberi makna terhadap informasi, menciptakannya menjadi pengetahuan, menggunakan serta mengevaluasi pengetahuan yang diciptakan orang lain, mereka dapat tertinggal oleh perkembangan ilmu pengetahuan tersebut. Esensinya belajar itu, adalah aktivitas yang harus dilakukan oleh peserta didik, untuk mengolah pesan pembelajaran (instructional) yang terkandung pada sumber belajar tersebut.
Dalam berbagai kesempatan, sebenarnya sumber belajar seringkali telah tersedia dihadapkan peserta didik, namun demikian belum optimal termanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Pembelajaran berbasis aneka sumber juga memiliki makna adanya kebebasan bagi peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar yang ada, guna mendukung aktivitas belajarnya. Perbedaan jenis, tingkat kecerdasan, serta gaya belajar masing-masing peserta didik mengakibatkan sumber belajar yang diperlukan dalam mencapai kompetensi tertentu juga berbeda. Atas dasar kenyataan yang demikian maka berkembangnya pendekatan belajar berbasis aneka sumber.
Semakin tersedianya sumber belajar di lingkungan peserta didik, akan memberikan peluang dan kesempatan yang lebih besar baginya untuk melakukan kegiatan belajar. Namun demikian motivasi intrinsik dari peserta didik untuk belajar merupakan faktor utama seseorang melakukan tindakan belajar. Dalam pemanfaatan sumber belajar, Pendidik (guru dan dosen) mempunyai tanggung jawab membantu peserta didik sehingga  belajar lebih mudah, lebih lancar, lebih terarah, dan akhirnya akan menyenangkan bagi dirinya. Oleh sebab itu Pendidik dituntut untuk memiliki kemampuan khusus yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber belajar. Tidak akan sia-sia, jika menggunakan aneka sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran. Justru akan memberikan makna/arti yang lebih besar guna mengeksplorasi sumber belajar sehingga dapat memperllancar pencapaian tujuan pembelajaran.


B. PENTINGNYA PEMBELAJARAN BERBASIS ANEKA SUMBER

Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik  dan sumber belajar. Pada pengertian yang lain, pembelajaran merupakan bantuan pendidik kepada peserta didik memperoleh ilmu dan pengetahuan, penguasaan keterampilan, serta pembentukan sikap. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja, sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik dan sumber belajar lainnya. Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi adanya ketersediaan sumber belajar.
Dalam kenyataan bahwa proses pembelajaran dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Untuk menghasilkan kualitas belajar yang optimal, maka perlu dirancang aktivitas belajar oleh peserta didik itu sendiri ataupun melalui peran Pendidik dan/atau  bimbingan orang lain. Kegiatan belajar tidak hanya di lembaga pendidikan formal saja, melainkan juga di lembaga nonformal. Bahkan belajar itu juga dapat terjadi dari lingkungan informal. Oleh karena itu belajat tidak dibatasi oleh waktu, tempat, dan sumber belajar.
Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kaitannya dengan berbagai kehidupan bermasyarakat,  munculnya berbagai inovasi guna memberikan kemudahan bagi individu dan masyarakat. Tentunya pemerintah harus berupaya mengawalinya dengan mengkritisi  bagaimana cara mempelajarinya, dan sumber belajar apa yang sesuai dengan karakteristik peserta dididk (individu) dan masyakat pada umumnya. Pembelajaran dengan menggunakan aneka sumber menuntut adanya kemandirian dari peserta didik untuk belajat sepanjang hayat.
Gagne (1977) seperti yang dikutip Miarso (2004), berpendapat bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal dilingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan). Pada umumnya belajar adalah upaya menguasai sesuatu yang baru yang ditandai dengan perubahan tingkah laku, sebagai hasil pengalaman dari upaya tersebut. Dalam melaksanakan kegiatan belajar tersebut, tentu saja memerlukan berbagai sumber belajar. Sedangkan pengertian  sumber belajar berdasarkan berbagai referensi disebutkan :
1.      Menurut Association for Educational Communications and Technology (AECT,1977) “Sumber belajar adalah  segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar-mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran”
2.      Seel & Richey (1994) Sumber Belajar adalah manifestasi fisik dari teknologi – perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan pembelajaran. Manifestasi fisik teknologi dapat dikategorikan dalam 4 jenis teknologi (Cetak, Audiovisual,   Berbasis Komputer, dan Terpadu
3.      Percival & Ellington (1988) : mengatakan bahwa sumber belajar yang dipakai dalam pendidikan atau latihan adalah suatu sistem yang terdiri dari sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar memungkinkan siswa belajar secara individual. Sumber belajar inilah yang disebut media pendidikan atau media instruksional.
4.      Sudjana (1989) : menuliskan bahwa pengertian sumber belajar bisa diartikan secara sempit dan secara luas. Pengertian secara sempit diarahkan pada bahan-bahan cetak. Sedangkan secara luas tidak lain adalah daya yang bisa dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5.      Ahmad Rohani (2004: 161) mendefinisikan “Sumber belajar sebagai segala daya yang dapat dipergunakan untuk kepentingan proses/ aktivitas pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, di luar peserta didik (lingkungan) yang melengkapi mereka pada saat pembelajaran berlangsung.”

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa  sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk kepentingan pembelajaran sehingga diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan Sedangkan sumber belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik dan Pendidik,  apabila sumber belajar diorganisir melalui rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Jika tidak maka tempat atau lingkungan alam sekitar, benda, orang atau buku sekalipun hanya sekedar  sesuatu yang tidak akan ada artinya apa-apa.
Dengan demikian pada hakikatnya sumber belajar begitu luas dan kompleks, lebih dari sekedar media pembelajaran. Segala sesuatu  yang dimungkinkan dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pembelajaran dapat dipertimbangkan menjadi sumber belajar. Hal ini menegaskan bahwa Pendidik (dosen dan guru) bukanlah satu-satunya sumber tetapi hanya salah satu saja dari sekian sumber belajar lainnya.
Untuk lebih jelasnya sumber belajar dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :
1.      Sumber belajar yang direncanakan (by design) yaitu : Semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
2.      Sumber belajar karena dimanfaatkan (by utilization) yaitu : Semua sumber yang tidak secara khusus didesain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar. Contoh : Kantor pos pada awalnya hanya digunakan untuk kepentingan persuratan, tetapi kantor pos tersebut  dapat digunakan sebagai sumber belajar apabila seseorang sedang membicarakan pokok bahasan tentang persuratan.
Sumber belajar yang dirancang maupun dimanfaatkan, sama-sama pentingnya guna memberikanpeluang dan kesempatan untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Kebermanfaatan sumber belajar sangat dipengaruhi oleh peserta didik, karena sesungguhnya “kebebasan’ di sini memiliki makna bahwa peserta didik diharapkan mampu untuk memilih dan memanfaatkan sumber belajar yang tersedia. Jika mampu dan dimungkinkan sesuai dengan  kebutuhan belajarnya, dapat juga mengembangkan sumber belajar sehingga kontektual dengan kebutuhannya. Peran pendidik, tentunya menciptakan lingkungan yang kondusif atau merangsang (menstimulus) terjadinya perbuatan belajar pada peserta didik.
Menurut AECT  (1977) telah membuat klasifikasi sumber belajar sebagai berikut:
1.      Pesan (messages), yaitu informasi yang ditransmisikan oleh komponen lain dalam bentuk ide, fakta, seni, dan data. Termasuk dalam kelompok pesan adalah semua bidang studi yang harus diajarkan kepada siswa.
2.      Orang (peoples), bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan. Dalam kelompok ini misalnya guru, tutor, peserta didik, tokoh masyarakat (yang mungkin berinteraksi dengan masyarakat)
3.      Bahan (materials), yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat ataupun dirinya sendiri. Misalnya transparasi, slide, audio, video, buku, majalah, dan lainnya.
4.      Alat (devices), yaitu perangkat keras yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Misalnya slide proyektor, video tape, pesawat radio, televisi.
5.      Teknik (tecniques), yaitu prosedur atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, orang, dan lingkungan untuk menyampaikan pesan. Seperti belajar sendiri, simulasi, demonstrasi, tanya jawab.
6.      Lingkungan (setting), yaitu situasi di sekitar dimana pesan disampaikan, lingkungan bisa bersifat fisik (gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, studio, auditorium, museum, taman, lingkungan non fisik/ suasana belajar).
PEMILIHAN DAN PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR
Dalam proses pemilihan sumber belajar yang efektif dan efisien, isi dan tujuan pembelajaran haruslah sesuai dengan karakteristik sumber belajar tertentu. Untuk memilih berbagai jenis atau komponen sumber belajar seperti yang dikemukakan Anderson (1987) dan AECT (1986), dapat digunakan sebagai langkah-langkah pemilihan secara menyeluruh; yaitu
(1)        merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan penggunaan sumber belajar secara jelas.
(2)        Menentukan isi pesan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
(3)        Mencari bahan pembelajaran (materials) yang memuat isi pesan.
(4)        Menentukan apakah perlu menggunakan sumber belajar orang, seperti guru, pakar bidang ilmu, tokoh masyarakat dan sebagainya.
(5)        Menentukan apakah perlu menggunakan peralatan untuk mentransmisikan isi pesan.
(6)        Memilih peralatan yang sesuai dengan kebutuhan untuk mentransmisikan isi pesan.
(7)        Menentukan teknik penyajian pesan
(8)        Menentukan latar (setting) tempat berlangsung penggunaaan sumber belajar.
(9)        Menggunakan semua sumber belajar yang telah dipilih atau ditentukan yang efektif dan efisiensi
(10)   Mengadakan penilaian sumber belajar.
Berbagai jenis sumber belajar tersebut, pada dasarnya tidak boleh dilihat secara parsial. Aneka sumber belajar harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh dalam sebuah proses pembelajaran. Semua jenis sumber belajar yang memang sesuai, perlu dipertimbangkan demi tercapainya pembelajaran yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan akan berdampak positif terhadap hasil pembelajaran. Ada sejumlah pertimbangan yang harus diperhatikan, ketika akan memilih dan memanfaatkan sumber belajar, yaitu :
1)  Bersifat ekonomis dan praktis (kesesuaian antara hasil dan biaya)
2)  Praktis dan sederhana artinya mudah dalam pengaturannya
3)  Fleksibel dan luwes, dalam merancang dan menerapkan sumber belajar tidak kaku dan dapat terjadi penyesuaian          .
4)  Sesuai dengan tujuanpembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang diperlukan
5)  Sesuai dengan karakteristik peserta didik antara lain pada  taraf berfikir, tingkat perkembangan psikisnya.
Dalam mewujudkan masyarakat belajar sepanjang hayat (long life education) dan untuk menghadapi era informasi dan pasar bebas, para pendidik (guru, dosen, instruktur) harus berupaya menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik memiliki pengalaman belajar dari berbagai sumber, baik sumber belajar yang dirancang maupun sumber belajar yang dimanfaatkan. Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu  untuk memperoleh  perubahan perilaku baru secra keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu  itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

C. MANFAAT PEMBELAJARAN BERBASIS ANEKA SUMBER
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat  dideskripsikan manfaat pembelajaran berbasis aneka sumber, yakni sebagai berikut;
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan cara;
(a) mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan
(b) mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak
mengembangkan inspirasi, memotivasi peserta didik secara maksimal
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara:
(a) mengurangi intervensi guru yang kaku dan tradisional; dan
(b)memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan karakteristiknya
3. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran, dengan cara:
(a) mengoptimalkan pemanfaatan jenis sumber belajar;
(b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit.
5. Memungkinkan belajar secara seketika, cara:
(a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit;
(b)  memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.
6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.

Mengoptimalkan sumber belajar tidak selalu harus didukung biaya yang tinggi dan sulit untuk mendapatkannya, yang kadang-kadang ujung-ujungnya akan membebani orang tua siswa untuk mengeluarkan dana pendidikan yang lebih besar lagi. Padahal dengan berbekal kreativitas, guru dapat membuat dan menyediakan sumber belajar yang sederhana dan murah. Misalkan, bagaimana guru dan siswa dapat memanfaatkan bahan bekas. Bahan bekas, yang banyak berserakan di sekolah dan rumah, seperti kertas, mainan, dan bekas kemasan sering luput dari perhatian kita

D. PENCIPTAAN LINGKUNGAN BELAJAR YANG KONDUSIF

Agar proses pembelajaran memberikan makna yang jelas dan terciptanya lingkungan pembelajaran yang kondusif dengan menggunakan aneka sumber belajar. Bagaimana halnya dengan peran Pendidik ? Tentunya kehadiran sumber belajar selain Pendidik bukannya menjadikan dirinya “tidak aktif”. Karena  tugas pendidik diarahkan untuk merencanakan, menciptakan dan menemukan kegiatan kegiatan yang bersifat menantang yang akan dapat membangkitkan prakarasa belajar peserta didik. Di samping itu mereka berperan untuk menggunakan pemikirannya secara baik. Hal ini sangat penting sebagai landasan terciptanya masyarakat belajar sepanjang hayat dimana orang akan belajar terus secara bebas dan mandiri. Dalam upaya mewujudkan masyarakat belajar sepanjang hayat dan untuk menghadapi era informasi dan pasar bebas tersebut, para Pendidik (Guru maupun Dosen) harus berupaya menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik memiliki pengalaman belajar dari berbagai sumber, baik sumber belajar yang dirancang maupun sumber belajar yang dimanfaatkan.
Oleh karena itu, guru dalam merancang pembelajaran perlu menganalisis sumber-sumber belajar apa yang tersedia dan dapat digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran. Perencanaan pembelajaran aneka sumber perlu dilakukan disebabkan: (1) dengan belajar berbasis aneka sumber, peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya, misalnya dengan jalan mendengarkan rekaman audio, siaran radio, dan melihat TV, video dan computer assisted instruction (CIA), dan lain-lain, (2) Kesempatan belajar karena hal ini sifatnya individual, maka seorang pebelajar dapat saja mengatur kapan waktu yang cocok buat mereka belajar, (3) Kemauan atau motivasi untuk belajar. Tanpa motivasi yang tinggi prestasi belajar akan sulit dicapai, walau bagaimanapun tersedianya berbagai aneka sumber belajar.
Beberapa manfaat yang dapat diambil dari belajar berbasis aneka sumber antara lain, (a) seseorang dapat belajar sesuai dengan kondisinya dan waktu belajar, (b) menimbulkan pemahaman yang lebih mendalam, (c) mendorong terjadinya pemusatan perhatian terhadap topic sehinggga pebelajar menggali lebih banyak informasi dan menghasilkan produk belajar yang lebih bermutu, (d) meningkatkan pembentukan ketrampilan berpikir seperti ketrampilan memecahkan masalah, memberikan pertimbangan-pertimbangan, (e) meningkatkan motivasi belajar, (f) mengurangi ketergantungan pada guru, (g) menumbuhkan kesempatan belajar yang baru, dan (g) menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghadapi tantangan baru.
Sumber belajar yang dirancang maupun dimanfaatkan bagi keperluan pembelajaran, tentunya juga masih membutuhkan peran guru. Setidaknya melalui strategi pembelajaran yang dipilih guru harus mampu: mengenalkan, merencanakan  dan memanfaatkan sumber belajar sehingga hasil pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu sebagai konsekuensi logisnya, guru perlu (1) mengetahui proses transformasi pesan-pesan pembelajaran  (2) mengetahui jenis dan karaktertik sumber belajar, dan (3) mengetahui bagaimana cara memanfaatkan sumber belajar untuk kepentingan pembelajaran. Dengan demikian setidaknya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, seorang guru perlu mengetahui sumber belajar, pemanfaatan sumber belajar, dan pengelolaan sumber belajar tersebut.
Salah satu indikator  lingkungan belajar yang kondusif adalah lingkungan yang dapat menunjukan bahwa  peserta didik merasa nyaman, senang, dan semangat untuk belajar, serta hasilnya relati akan  menggembirakan dari target pencapaian hasil belajar yang ditetapkan. Lingkungan belajar akan tercipta kondusif, pada umumnya menunjukan adanya pemanfaatan sumber belajar yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik peserta didik.


F. PENUTUP

Pembelajaran berbasis aneka sumber belajar akan menjadi bermakna bagi bagi peserta didik maupun Pendidik, jika  sumber belajar dirancang dan  dikelola yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar secara mudah dan kontektual dengan kebutuhannya. Jika tidak maka tempat atau lingkungan alam sekitar, benda, orang atau buku sekalipun hanya sekedar  sesuatu yang tidak akan ada artinya apa-apa. Pada hakikatnya sumber belajar tersedia di lingkungan internal dan ekternal pada setting belajar. Oleh karena itu keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan aneka sumber belajar dapat memungkinkan peserta didik berkembang secara optimal. Kehadiran sumber belajar lainnya, menunjukan bahwa Pendidik bukanlah satu-satunya sumber tetapi hanya salah satu saja dari sekian sumber belajar yang dapat menyampaikan pesan-pesan pembelajaran.
Sumber belajar pada hakekatnya bertujuan untuk mengembangkan berbagai potensi yang sesuai dengan karakteristik peserta didik. Oleh sebab itu sumber belajar dapat menjelajahi sumber pengalaman belajarnya, sehingga peserta dididk termotivasi dan mendapatkan kemudahan dalam kegiatan belajarnya. Belajar tidak dirasakan sebagai beban tetapi menjadikan pembelajaran berlangsung secara optimal dan efektif, apabila sang guru kreatif merancang pemanfaatan dari berbagai sumber belajar tersebut.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan semakin hangatnya arus globalisasi, maka sumber-sumber informasi atau sumber belajar semakin banyak, baik sumber belajar yang direncanakan (by design) maupun sumber belajar yang dimanfaatkan (by utilization) dibanding dengan masa-masa sebelumnya. Untuk mengikuti perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang semakin pesat sekarang ini maka pendidikan atau sekolah yang merupakan pilar utama harus dapat dimanajemen seoptimal mungkin. Guru juga yang merupakan tonggak terdepan dalam proses pembelajaran harus mampu menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga siswa dapat senang, nyaman, dan betah dalam belajar. Di sisi lain juga, siswa atau peserta didik yang merupakan objek pendidikan dituntut untuk dapat memanfaatkan berbagai aneka sumber belajar sehingga pada akhirnya siswa dapat menguasai dan menerapkan ilmu yang dia miliki didalam kehidupan sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

Anderson, O.W. & Krathwohl, D.R. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing: A revision of Bloom’s taxanomy of educational objectives. New York: Addison Wesley Longman.
AECT. 1977. Selecting Media for Learning. Washington DC: Association for Education Communication and Technology.
Barbara, S. (1998). Making instructional design decisions. Apper Saddle River, N.J.: Merill.
Belt, S. (1997). Emerging vision of an information age education,
http://www.pnx.com/gator
Dorrell, J. (1993). Resource-based learning: Using open and flexible learning resources for continous development. Berkshire: McGraw-Hill Book Company Europe.
Miarso, Yusufhadi, (2004), Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Edisi Satu
Percival, Fred & Henry Ellington (1988), Teknologi Pendidikan,  terjemahan Sudjarwo, Jakarta: Penerbit Erlangga
Rohani, Ahmad  (2004), Pengelolaan Pengajaran Edisi Revisi, Jakarta : PT. Rineka Cipta
Seels, Barbara B, & Rita C.Richey (1994), Teknologi Pembelajaran, Definisi dan Kawasannya, Jakarta: Unit Percetakan UNJ.


N.B.
Bapak/Ibu/Saudara, Jika dicopy silakan, mohon dicatat sumbernya sebagai sikap ilmiah